Sabtu, 11 Mei 2013

Tugas 3 Paper Hukum Perburuhan

DESAIN INDUSTRI

     Desain industri (bahasa Inggris: Industrial design) adalah seni terapan di mana estetika
 dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan.
 Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau
 warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang
 memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas
 industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan
 intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya,
 sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31
 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak
 melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum.
 Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak
 tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.

    Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi penampakan luar suatu produk.
 Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta.
 Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu dibuatkan UU Khusus
 yang mengatur tentang desain industri.

    Sejarah Pengaturan Desain Industri
 Pengaturan tentang Desain Industri dikenal pada abad ke-18 terutama di Inggris
 karena adanya Revolusi Industri. Desain Industri awalnya berkembang pada sektor
 tekstil dan kerajinan tangan yang dibuat secara massal. UU pertama yang mengatur
 mengenai Desain Industri adalah "The designing and printing of linens, cotton,
 calicoes and muslin act" sekitar tahun 1787. Pada saat ini Desain Industri hanya dalam
 bentuk 2 Dimensi. Sedangkan Desain Industri dalam bentuk 3 (tiga) Dimensi mulai diatur
 melalui Sculpture Copyright Act 1798 pengaturannya masih sederhana hanya meliputi
 model manusia dan binatang. Lalu pada tanggal 20 Maret 1883 The Paris Convention
 for the Protection of Industrial Property (Paris Convention).

 Amanat pada pasal 5 Paris Convention menyatakan bahwa Desain Industri harus dilindungi
 di semua negara anggota Paris Convention.

 A. Waralaba
      Waralaba (Inggris: Franchising;Prancis: Franchise) untuk kejujuran atau kebebasan)
      adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan.
      Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan
      waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan
      atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari
      ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan
      yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau
      penjualanbarang dan jasa.

 Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah:

  Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir,
  dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan
  untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara
  yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.

Jenis-Jenis Waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
  • Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas,
    merek sudah diterima  diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
  • Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang
    yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti
    awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba

 Biaya waralaba
 Biaya waralaba meliputi:
  • Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran
     yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan
     spesifikasifranchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
  • Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional.
    Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor.
    Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah
    biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.

 Waralaba Di Indonesia
         Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
 munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua
 dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus,
 yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi
 produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama
 yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor
 maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian
 hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang.
 Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesiadimulai pada tanggal
 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya  Peraturan.

 Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997
 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba.
 Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis
 waralaba adalah sebagai berikut :
  •  Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997
    Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
  • Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
  • Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
  • Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
  • Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

 Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba
 di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba
 jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung
 hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia,
 khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena
 para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan
 mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari
 atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau
 sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi.
 Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha
 Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise
 Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge,
 Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa
 pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai
 daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business
 Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex),
 Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).

 B. Desain Tata Letak Sirkuit
      Desain tata letak sirkuit terpadu
  1. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang
    di dalamnya terdapat  berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen
    tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta
    dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
    untuk menghasilkan fungsi elektronik.
  2. Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai
    elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta
    sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga
    dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
  3. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
    Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
    melaksanakan hak tersebut.
 Lisensi
 Pemegang Hak berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian
 Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
 kecuali jika diperjanjikan lain.
  • Pasal 26
    Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
    Pemegang Hak tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberi Lisensi kepada
    pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
    kecuali jika diperjanjikan lain.
  • Pasal 27
    1. Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit
        Terpadu pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam
        Undang-undang ini.
    2. Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak
        Sirkuit Terpadu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Perjanjian Lisensi sebagaimana
        dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  Bentuk dan isi perjanjian lisensi
  1. Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang
    merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
    persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
    yang berlaku.
  2. Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  3. Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden

  Pengalihan Hak
  1. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan:
    a. pewarisan;
    b. hibah;
    c. wasiat;
    d. perjanjian tertulis; atau
    e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan;
  2. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam
    ayat (1) disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
  3. Segala bentuk pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud
    dalam ayat (1) wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
    pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam
    Undang-undang ini.
  4. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang tidak dicatatkan dalam
    Daftar Umum Desain Tata Letak sirkuit Terpadu tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
  5. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.Pengalihan Hak
    Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap
    dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit
    Terpadu, Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu maupun dalam Daftar Umum
    Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

  Dasar Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu


 SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Desain_industri
http://www.mmionline.net/Pengertian-Waralaba.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba
http://www.dgip.go.id/memahami-desain-tata-letak-sirkuit-terpadu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar